STANDARD
PRECAUTIONS: PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI
(PPI) DALAM MANAJEMEN PELAYANAN KEPERAWATAN
DI RUMAH SAKIT
DI RUMAH SAKIT
Infeksi nosokomial atau yang saat ini disebut sebagai infeksi berkaitan
dengan pelayanan di fasilitas kesehatan atau Healthcare Associated Infections (HAIs) merupakan salah satu
penyebab meningkatnya angka kesakitan (morbidity)
dan angka kematian (mortality) di
rumah sakit. Infeksi merupakan masalah serius bagi rumah sakit. Kerugian yang
ditimbulkan sangat membebani rumah sakit dan pasien. Oleh karena itu, rumah
sakit dituntut untuk dapat memberikan pelayanan yang bermutu sesuai dengan
standar yang sudah ditentukan dan harus diterapkan oleh semua kalangan petugas
kesehatan (Darmadi,
2008). Pencegahan dan pengendalian infeksi merupakan upaya penting dalam
meningkatkan mutu pelayanan medis rumah sakit (Bady, dkk., 2007). Program
pengendalian infeksi ini dapat dilakukan melalui penerapan kewaspadaan standar (standard
precautions) (Kayser, et al., 2005).
Standard precautions adalah kewaspadaan standar yang terdiri dari kegiatan
pencegahan dan pengendalian infeksi di semua fasilitas pelayanan kesehatan (World Health Organization, 2008). Sahara
(2011) mengatakan standard precautions adalah
pencegahan penularan dan pengendalian infeksi secara konsisten di fasilitas
kesehatan oleh pasien dan tenaga kesehatan. Standard
precautions di rumah sakit dijadikan sebagai tolak ukur mutu pelayanan di
rumah sakit atau fasilitas kesehatan lainnya (Purnomo, 2016). Penerapan standard precautions di rumah sakit
sangat dipengaruhi oleh manajemen rumah sakit (World Health Organization, 2012). Berdasarkan Central Disease Control (CDC) (2011), komponen utama Standard Precautions meliputi hand hygiene, penggunaan Alat Pelindung
Diri (APD), praktik injeksi aman, penanganan dari peralatan atau permukaan di
lingkungan pasien yang potensial terkontaminasi, dan respiratory hygiene / etika batuk.
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.
01.07/MENKES/17/2018 tentang Jabatan Pelaksana, perawat ahli berisiko bahaya
mengalami penularan infeksi seperti infeksi dan mengalami efek teratogenik
maupun karsinogenik. Penularan infeksi yang mungkin terjadi antara lain infeksi
HAIs, HIV, hepatitis, TBC dan penyakit menular lainnya. Untuk itu, diperlukan
pengetahuan, keterampilan, dan penerapan dalam pencegahan dan pengendalian
infeksi oleh perawat di rumah sakit (KEPMENKES RI, 2018)
Berdasarkan artikel jurnal oleh Satiti, dkk. (2017), diperoleh gambaran
penerapan standard precautions oleh
perawat di RSUD RAA Soewondo Pati yang telah menerapkan tiga komponen standard precautions berdasarkan hasil
audit rumah sakit, yaitu kepatuhan dalam melakukan hand hygiene, mengelola limbah, dan menggunakan APD. Pelaksanaan hand hygiene tahun 2015 sebanyak 3 dari
5 momen cuci tangan masih di bawah standar. Menurut WHO (2010), kepatuhan hand hygiene perawat atau tenaga
kesehatan di rumah sakit harus lebih dari 50%. Namun, pada tahun 2016, 3 dari 5
momen cuci tangan sudah di atas standar (51%-89%) dan 2 lainnya masih di bawah
standar (<50%). Selanjutnya, kepatuhan dalam pengelolaan limbah masih belum
sesuai SPO dan di bawah standar mutu RS (100%), dimana kepatuhan pengelolaan
sampah infeksius berkisar 29%-56% dan kepatuhan pengelolaan sampah non
infeksius berkisar 33%-38%. Rata-rata kepatuhan pengelolaan limbah benda tajam
sudah baik meski belum mencapai 100% dan kepatuhan pengelolaan limbah darah
masih di bawah standar, yaitu sebesar 80%. Selain itu, dalam kepatuhan
penggunaan APD, pelaksanaan di Instalasi Kamar Bersalin (IKB) dan di rawat inap
sudah di atas standar (> 50%), yaitu masing-masing 56,4% dan 54,54%.
Sedangkan pelaksanaan di Instalasi Gawat Darurat (IGD) masih di bawah standar,
yaitu 31,25% (Satiti, dkk., 2017).
Berdasarkan penelitian oleh Elmiyasna & Juvita (2012) di Irna Non Bedah
RSUP Dr. M. Djamil Padang, diperoleh sebanyak 34,1% perawat tidak melakukan hand hygiene sesuai standar sebelum dan
sesudah pemasangan infus, 26,8% perawat tidak menggunakan sarung tangan sesuai
standar sebelum pemasangan infus, sebanyak 41,5% perawat tidak mendesinfeksi
area penusukan sesuai standar sebelum pemasangan infus, dan sebanyak 39%
perawat tidak menggunakan alat pemasangan infus steril yang sesuai standar.
Kejadian-kejaidan tersebut menyebabkan munculnya kejadian flebitis, yaitu 39%
di Irna Non Bedah RSUP Dr. M. Djamil Padang (Elmiyasna & Juvita, 2012). Amaliah,
dkk. (2017) menyebutkan kinerja perawat dalam pencegahan infeksi flebitis di
Rumah Sakit Islam Banjarmasin tidak dipengaruhi oleh pendidikan, motivasi, serta
prasarana dan supervisi, tetapi dipengaruhi oleh pengalaman kerja, sikap
perawat, dan keseuaian kegiatan supervisi dengan kaidah yang berlaku. Kinerja
perawat untuk pencegahan infeksi flebitis dilakukan dengan peningkatan
semangat, disiplin, dan tanggung jawab, melakukan tindakan sesuai SPO, dan
mempertimbangkan tujuan organisasi sebagai unsur peningkatan motivasi (Amaliah,
dkk., 2017).
Retnaningsih (2015) mengungkapkan upaya pencegahan infeksi HIV/AIDS di RSUD
Tugurejo Semarang dilakukan dengan pembentukan Komite PPI Rumah Sakit yang
terdiri dari ketua komite dan 3 orang Infection
Prevention and Control Nurse (IPCN). Pemilihan ketua komite dan anggota
IPCN telah memenuhi kriteria yang ditetapkan oleh Depkes RI (2004), yaitu mempunyai minat
dalam Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI), sudah mengikuti pendidikan dan
pelatihan dasar PPI, memiliki kemampuan leadership,
anggota IPCN minimal lulusan D3 Keperawatan, memiliki sertifikasi PPI, memiliki
komitmen di bidang PPI, memiliki pengalaman sebagai Kepala Ruangan atau setara,
inovatif, percaya diri, dan bekerja purna waktu. Pengendalian pada pengelolaan
universal precaution dalam pencegahan penyakit HIV/AIDS di RSUD Tugurejo
dilakukan melalui kegiatan monitoring,
laporan dan evaluasi. Upaya tim PPI dalam pencegahan dan pengendalian infeksi
HIV/AIDS dengan memprioritaskan pelaksanaan cuci tangan pada semua petugas
kesehatan dan staf rumah sakit, menyediakan perlengkapan APD, mendorong
penggunakan APD sesuai kebutuhan, dan memberikan perlakuan khusus pada sarana
prasarana pasien HIV/AIDS seperti pengelolaan sampah medis, non medis, dan
limbah benda tajam sesuai standar yang berlaku. Berdasarkan neberapa upaya yang
dilakukan, diperoleh data adanya kepatuhan tenaga kesehatan dalam penggunaan
APD yang sesuai standar (Retnaningsih,
2015).
Penulis menyimpulkan berdasarkan beberapa artikel jurnal
yang membahas mengenai pencegahan dan pengendalian infeksi, tingkat kepatuhan
dalam melakukan standard precautions perawat
masih minimal. Rendahnya tingkat kesadaran dan kepatuhan perawat terhadap
penerapan standard precautions menyebabkan
peningkatan risiko timbulnya infeksi HAIs, flebitisi, maupun HIV/AIDS. Untuk
itu, diperlukan adanya upaya peningkatan kepatuhan perawat dalam pelaksanaan standard precautions di rumah sakit,
salah satunya dengan pemberdayaan manajemen kepemimpinan rumah sakit dalam
bidang PPI. Tim PPI diharapkkan dapat
melakukan sosialisasi secara berkala baik pada petugas kesehatan, staf rumah
sakit, maupun pada konsumen rumah sakit terkait standard precautions. Sosialisasi yang dapat diberikan berupa
sosialisasi langsung (pengadaan seminar, mini workshop, teguran langsung saat
apel pagi, pre-conference) maupun
sosialisasi tertulis (edukasi melalui pamflet atau standing banner). Selain itu, tim PPI juga diharapkan dapat
memaksimalkan tugasnya pada tahap monitoring, laporan, maupun evaluasi. Dengan
ini, diharapkan kejadian infeksi di rumah sakit dapat ditekan.
DAFTAR PUSTAKA
Amaliah, Noor.,
Nursalam., & Muhsinin. (2017). Pengembangan kinerja perawat terhadap
pencegahan infeksi flebitis di rumah sakit. Caring
Nursing Journal. Vol. 1. No. 2. Hal. 69-78.
Bady, A. M.,
Handono, D., & Kusnanto, H. (2007). Analisis kinerja perawat dalam
pengendalian infeksi nosokomial di IRNA I RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. KMPK
Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
CDC. (2011). Fundamental
principles of infection prevention. Diakses pada http://www.cdc.gov/HAI/settings
/outpatient/basic-infectioncontrolprevention-plan2011/fundamental-of-infectionprevention.html
tanggal 1 April 2018.
Darmadi. (2008). Infeksi
nosokomial problematika dan pengendaliannya. Jakarta: Salemba Medika.
Departemen
Kesehatan Republik Indonesia. (2007). Pedoman manajerial pencegahan dan
pengendalian infeksi di rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya.
Jakarta.
Elmiyasna &
Juvita, Fitriana. (2012). Hubungan pnerapan kewaspadaan sandar dengan kejadiann
infeksi karena jarum infus (phlebitis) di irna non bedah RSUP. Dr. M. Djamil
Padang tahung 2012. Sumatera Barat.
Kayser, F. H.,
Bienz, K. A., Eckert, J., & Zinkernagel, R. M. (2005). Medical microbiologi.
New York: Thieme Stuttgart.
Keputusan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia (2018). Jakarta. Diakses pada http://hukor.kemkes.go.id/uploads/produk_hukum/KMK_No._HK_.01_.07-MENKES-17-2018_ttg_Jabatan_Pelaksana_di_Lingkungan_KEMENKES_.pdf
tanggal 1 April 2018.
Purnomo, Roni.
(2016). Analisis faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan perawat
pelaksana dalam penerapan standard precautions di rsud banyumas. Journal of Nursing and Health (JNH).
Vol. 2. No. 1. Hal. 41-45.
Retnaningsih, Dwi.
(2015). Pengelolaan universal precaution dalam pencegahan penyakit HIV/AIDS di
RSUD tugurejo Semarang. The Second
University Research Coloquium.
Sahara, Ayu.
(2011). Faktor-faktor yang berhubungan
dengan kepatuhan perawat dan bidan dalam penerapan kewaspadaan universal /
kewaspadaan standar di rumah sakit palang merah indonesia bogor tahun 2011. Depok:
Universitas Indonesia.
Satiti, Astri
Budhi., Wigati, Putri Asmita., & Fatmasari, Eka Yunila. (2017). Analisis
penerapan standard precautions dalam pencegahan dan pengendalian HAIs
(healthcare associated infections) di RSUD RAA soewondo Pati. Jurnal Kesehatan Masyarakat. Vol. 5. No.
1. Hal. 40-49.
World Health
Organization. (2008). Pencegahan dan
pengendalian infeksi. Jakarta: Trust Indonesia.
_______________________.
(2010). Using WHO Hand Hygiene Improvement
Tools to Support The Implementation of National Sub-national Hand Hygiene Campaigns
Patient Safety Save Lives Clean Your Hand.
_______________________.
(2012). Prevention of hospital-acquired
infections a practical guide. Edisi 2. Department of Communicable Disease,
Surveilance, and Response.
0 komentar:
Post a Comment
Your comments will make my days^^