OPTIMISME, HARAPAN,
DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA, DAN KUALITAS HIDUP ORANG DENGAN EPILEPSI
Aska Primardi dan M. Noor
Rochman Hadjam
Jurnal Psikologi Volume 3, No. 2, Juni
2010
Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada
HASIL RESUME ISI ARTIKEL
JURNAL
Epilepsi merupakan penyakit kronis di bidang
neurologi. Serangan epilepsi terjadi tiba-tiba dan berulang. Anak yang
menderita epilepsi perlu diberikan evaluasi dan terapi karena serangan berulang
akan menurunkan kualitas hidup baik fisik, mental, dan sosial. Insiden epilepsi
diduga terjadi karena faktor resiko gangguan atau infeksi saraf pusat.
Epilepsi, pengaruh obat anti epilepsi, dan faktor psikososial menyebabkan
gangguan daya ingat pada pasien epilepsi sehingga terjadi penurunan kualitas
hidup. Sebanyak 20% - 50% gangguan daya ingat dialami oleh pasien epilepsi anak
di Poliklinik Neuroogi Anak RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Metode yang digunakan
untuk mengetahui prevalensi gangguan daya ingat dan pengaruh obat anti epilepsi
yaitu peneliti memilih subjek secara konsekutif pada pasien epilepsi anak 6 –
12 tahun yang telah ditegakkan diagnosa epilepsi pada dokter spesialis anak dan
sedang tidak menderita retardasi mental dan depresi, mengerti huruf dan angka,
dapat menulis, serta mendapat izin orang tua atau wali. Pengaruh lama pengobatan dan jumlah obat anti epilepsi
terhadap gangguan daya ingat pasien epilepsi anak dilihat dengan melakukan
potong lintang. Subjek diberikan tes
daya ingat subtes dari Wechsler Intellegence Scale for Children-III, yaitu tes perhatian dan konsentrasi.
Tes perhatian meliputi tes visual dan verbal.
Tes visual menggunakan gambar kucing dan wajah. Pada tes visual gambar kucing, subjek dilatih
untuk mencari gambar kucing yang sesuai selama 120 detik. Kemudian dilanjutkan mencari gambar mimik
wajah yang sesuai selama 120 detik.
Skor tes visual dihitung dengan mengurangi jumlah benar terhadap jumlah salah. Tes
verbal dilakukan dengan digit span forward (hitung maju). Subyek diminta
menirukan angka dimulai dengan 3 digit angka sampai 9 digit yang dilakukan dua
kali. Hasil tes verbal yaitu jumlah
digit yang dapat disebutkan dengan urutan yang benar. Tes konsentrasi menggunakan digit span backward (hitung mundur).
Subyek diminta menirukan angka
dengan urutan yang terbalik, dimulai dengan 2 digit sampai 8 digit yang
dilakukan dua kali. Jumlah digit yang dapat disebutkan dengan urutan terbalik
adalah skor tes konsentrasi. Hasil penelitian dideskripsikan dalam median dan
sebarannya. Pasien dikatakan mengalami gangguan daya aingat apabila salah satu skor
dalam setiap tes yang diperoleh kurang dari median atau kurang dari rata-rata.
Uji bivariat dan uji analisis regresi logistik ganda digunakan untuk mengetahui
pengaruh variabel bebas terhadap variabel tergantung.
Hasil tes perhatian visual, verbal, konsentrasi, dan daya ingat yang diperoleh
pasien epilepsi anak menunjukkan pasien rata-rata tidak mengalami gangguan daya
ingat. Sebanyak 44% dari jumlah subjek 50 pasien mengalami gangguan perhatian
visual, 18% mengalami gangguan perhatian verbal, 16% pasien mengalami gangguan
konsentrasi, dan 46% subjek mengalami gangguan daya ingat. Hasil analisis
bivariat menunjukkan peningkatan resiko 10 kali lebih besar lama pengobatan
anak >2 tahun diandingkan anak dengan lama pengobatan <2 tahun terhadap
terjadinya gangguan perhatian visual. Peningkatan resiko 16 kali lebih besar terjadi pada lama pengobatan
>2 tahun dibandingkan dengan lama pengobatan <2 tahun terhadap terjadinya
gangguan konsentrasi. Peningkatan resiko 13 kali lebih besar juga terjadi pada
lama pengobatan >2 tahun dibandingkan dengan lama pengobatan <2 tahun
terhadap terjadinya gangguan daya ingat Hasil analisis regresi logistik ganda
factor obat anti epilepsi yang berpengaruh terhadap gangguan daya ingat,
menunjukkan peningkatan resiko 17 kali lebih tinggi pada lama pengobatan >2
tahun dibandingkan lama pengobatan <2 tahun. Umur pasien >8-12 tahun
merupakan faktor protektif terjadinya gangguan daya ingat.
Dari penelitian terhadap 50 responden anak dengan epilepsi di Poliklinik Neuroogi Anak RSUD Dr. Moewardi
Surakarta, dapat disimpulkan bahwa gangguan memori berhubungan dengan
lama pengobatan. Semakin lama pengobatan epilepsi, semakin besar kemungkinan
terjadi gangguan memori. Obat anti epilepsi memiliki efek positif dan negatif
terhadap kemampuan kognitif pasien epilepsi. Efek positif yang ditimbulkan
yaitu berkurangnya frekuensi serangan kejang dan penurunan aktivitas epilepsi
di sekitar jaringan normal pada otak, efek modulasi terhadap neurotransmiter,
dan efek psikotropika, sehigga dapat meningkatkan kemampuan kognitif dan
tingkah laku pasien. Efek negatif obat anti epilepsi dapat terjadi apabila aktivitas
pemberian obat dirangsang terus-menerus. Akibatnya, terjadi penurunan aktivitas
motorik dan psikomotor, penurunan
perhatian, dan gangguan memori. Gangguan memori akan semakin besar apabila
pasien semakin lama mendapat terapi anti epilepsi karena penurunan daya ingat
bersifat reversibel dan kumulatif.
Diantara berbagai obat anti epilepsi, yang paling berdampak buruk pada fungsi
kognitif dan memori adalah fenobarbital dan fenitoin. Fenobarbital dan fenitoin
merupakan obat anti epilepsi generasi lama yang efektif untuk epilepsi fokal. Efek
samping fenobarbital yaitu dapat menimbulkan sedasi dan hipnosis. Sedangkan efek
samping fenitoin adalah diplopia, nistagmus, ataksia, sukar bicara (slurred
speech), dan sedasi sehingga kedua obat anti epilepsi ini mengakibatkan
gangguan perhatian dan konsentrasi yang sanagt diperlukan untuk proses
registrasi dan pengenalan informasi.
Manusia sejatinya menginginkan hidup yang
berkualitas sesuai tahap kembangnya. Kualitas hidup dapat diartikan
bermacam-macam apabila dikaitkan dengan tumbuh kembang manusia. Namun, hambatan
sering kali muncul dalam pencapaian hidup berkualitas, salah satunya masalah
kesehatan, misalnya epilepsi. Epilepsi pada anak tentu akan mempengaruhi
kualitas hidup anak tersebut menjadi lebih rendah. Penyebab rendahnya kualitas
hidup anak salah satunya adalah emosi dan tingkah laku yang diperankan orang
tua mereka. Orang dengan epilepsi (ODE) masih dapat hidup normal dan merasa
sejajar dalam masyarakat dengan rutin memperoleh pengobatan yang tepat. Masalah
psikologis muncul terhadap ODE yang dipicu oleh gangguan epilepsi, efek saping
pengobatan, dan resiko menderita epilepsi. Kemunculan tersebut disebabkan
stigma sosial yang negatif sehingga mempengaruhi timbulnya stres melebihi
faktor medis dan psikis. Stigma sosial atau label sosial akan memperburuk
masalah orang dengan epilepsi.
Upaya untuk meningkatkan kualitas hidup salah
satunya dengan optimisme. Seseorang yang optimis selalu menginterpretasikan
secara positif segala kejadian sehingga apa yang dia pikirkan dan lakukan dapat
terarah dengan baik. Hasil wawancara terhadap ODE di Semarang menunjukkan bahwa
ODE memiliki harapan yang tinggi untuk mecapai hidup berkualitas, beraktivitas
normal, dan berkurangnya frekuensi serangan. Tinggi rendahnya harapan
bergantung pada seberapa besar usaha yang dilakukan dan bagaimana seseorang
menjaga pola perilaku sehat. Pencapaian hidup yang baik juga akan berhasil jika
mendapat dukungan lingkungan, terutama keluarga. Interaksi dan hubungan dekat
yang baik antara keluarga dengan ODE dapat membantu ODE dalam menyelesaikan
masalah secara mandiri dan dapat beradaptasi dengan lingkungan masyarakat
0 komentar:
Post a Comment
Your comments will make my days^^