PENGARUH KONSEP HOLISTIK, CARING, DAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK TERHADAP STATUS
KESEHATAN DAN PERKEMBANGAN KESEHATAN SESEORANG
BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Kesehatan adalah hal utama dan paling diutamakan untuk setiap manusia. Kesehatan
memiliki makna yang luas dan sangat berarti bagi keberlangsungan aktivitas yang
dijalani sehari-hari. Dalam pemaknaan kesehatan, persamaan persepsi muncul
mengenai penilaian tentang sehat dan sakit. Kebanyakan mereka menilai sehat
adalah keadaan dimana tubuh terbebas dari penyakit, sedangkan sakit adalah
keadaan dimana tubuh tidak dapat mempertahankan kondisi normalnya sehingga
menimbulkan beberapa keluhan. Padahal, dalam menilai status kesehatan
seseorang, tidak hanya memandang dari segi fisik atau biologisnya saja. Namun,
harus secara holistik atau menyeluruh, yaitu menilai dari semua sisi yang ada. Penilaian
kesehatan dari suatu sisi tidak dapat mewakili status kesehatan sisi-sisi yang
lain. Bisa saja semua sisi yang lain mengalami kondisi yang tidak sehat atau
sakit. Oleh karena itu, holistik membantu penilaian status kesehatan seseorang
dengan rentang sehat-sakitnya secara menyeluruh.
B.
Tujuan Penulisan
1.
Untuk mengetahui kondisi kesehatan (rentang sehat-sakit) seseorang secara
holistik
2.
Untuk mengetahui pengaruh pendekatan holistik terhadap kesehatan
3.
Untuk mengenal dan memahami seseorang lebih dalam secara holistik
4.
Untuk mengetahui pengaruh konsep caring dan komunikasi terapeutik terhadap
kondisi kesehatan seseorang
C.
Ruang Lingkup Penulisan
Penulis membatasi ruang lingkup penulisan dengan menggunakan subjek pengamat
seorang mahasiswi Jurusan D3 Kebidanan Poltekkes Semarang. Objek yang diamati adalah kondisi
rentang sehat sakitnya secara holistik, mencakup aspek biologis, psikologis,
sosiologis, spiritual, dan kultural yang dikaitkan dengan konsep holistik,
konsep sehat sakit, konsep caring, dan konsep komunikasi secara teraupetik.
BAB II
ILUSTRASI KASUS
ILUSTRASI KASUS
Dalam kesempatan
yang diberikan, saya mewawancarai teman saya yang berinisial A. Kami berasal
dari kota yang sama, yaitu Lampung. Saat ini A adalah mahasiswi Poltekkes
Semarang Jurusan D3 Kebidanan. A merupakan teman yang sudah saya kenal sejak
SMA. Menurut saya, A berkepribadian terbuka kepada teman-teman yang dekat
dengannya. Namun, terlihat cuek kepada teman yang baru dikenalnya, apalagi
kepada orang yang jarang berkomunikasi dengannya. Banyak teman-teman lain yang berpendapat
bahwa A adalah orang yang judes dan pemarah karena melihat dari raut wajahnya.
Padahal, A sangat asyik ketika kami bercanda, ia pandai menghibur dan memecah
keheningan serta kegalauan kami.
Amengatakan bahwa
komunikasi adalah bentuk cinta personal kepada lingkungan. Ketika seseorang
memulai suatu pembicaraan dengannya, ia langsung beranggapan bahwa orang
tersebut memberikan cinta dalam bentuk perhatian kepadanya. Dengan seketika, ia
pun akan memberikan respon positif pada orang tersebut. Hal ini yang menjadikan
A mudah bergaul dan berteman dengan orang lain. A sangat moody-an.
Ketika ia benar-benar berada dalam suasana hati yang tidak menyenangkan, ia
hanya akan berespon seperlunya terhadap segala bentuk komunikasi yang diterima,
meskipun pada dasarnya ia ingin sekali memberi respon yang lebih terhadap
keramahan tersebut.
Saat saya
wawancarai, A sedang dalam keadaan demam. Suhu tubuhnya tinggi, tapi ia terlihat
kedinginan. Matanya sayu, dan tubuhnya lemas. Ia juga mengalami sedikit
gangguan pernapasan akibat flu selama musim hujan. Ternyata, tepat sehari
sebelum wawancara dilakukan, ia kehujanan di perjalanan setelah membeli buku di
Semarang Bawah. Namun, ia menyanggupi untuk terus melakukan wawancara. Sambil
bersandar, ia berkata bahwa ia merasa cemas dan takut. Meskipun hari tenang
yang diberikan oleh jurusan poltekkesnya masih sampai tanggal 10 januari, ia
masih belum bisa memanajemen dirinya untuk menghadapi UAS dan UAP. Belum ada
persiapan fisik dan mental menghadapi semua ujian-ujian yang akan
dilaksanakannya.
Ia takut ketika UAS
dan UAP semakin dekat kondisinya belum berubah stabil sehingga akan
mempengaruhi belajar dan nilai yang akan diperolehnya. Terkadang ia
mengkhawatirkan kondisinya sendiri. Rasa-rasa yang menggelisahkan itu baru ia
rasakan pada saat tinggal di Semarang. Ia berpikir bahwa Kota Semarang bukan
kota yang ditakdirkan untuk ia tempati. Ia sempat ingin pindah kuliah karena ketidaknyamanan
yang sudah mulai dirasakan.
Sebenarnya A sangat
bersemangat dan antusias dalam menyambut pelaksanaan ujian karena hal tersebut
menandakan berakhirnya perkuliahan semester awal. Ia sangat ingin segera pulang
ke kampung halamannya. Namun, kondisi tubuhnya yang masih lemah justru mengubah
pemikirannya menjadi lebih rumit. Ia kesulitan memulai untuk menyemangati
dirinya sendiri agar dapat terus mencapai kondisi stabil karena itu sangat
mengganggu pikirannya. Ia berusaha untuk menjaga kesehatannya, tetapi ia belum
mendapat pemulihan apa-apa. Hal ini yang membuatnya semakin cemas dan lemah,
bahkan sampai terlihat murung dan kusut.
A tidak memeriksakan
kondisinya ke dokter karena berdasarkan kebudayaan yang dianut di dalam
keluarganya, hal itu tidak diperlukan apabila kondisi kesehatannya tidak
terlalu parah. Menurut ibunya, kondisinya masih termasuk ke dalam kondisi yang
ringan dan tidak memerlukan pertolongan atau tindakan medis. Keluarganya hanya
memberikan saran untuk tetap menjaga kontinuitas aktivitasnya namun harus
diimbangi dengan istirahat yang cukup
A juga mengakui
ibadahnya sedikit terganggu akibat kondisinya yang tak kunjung membaik. Biasanya,
ketika masih aktif kuliah, A beribadah ke pura satu minggu sekali. Dalam masa
tenang, seharusnya A melakukan ibadah lebih dari satu kali seminggu. Namun,
kenyataannya tidak ada peningkatan frekuensi ibadah. A mengutarakan alasannya
bahwa teman yang ia ajak biasanya sedang pulang kampung. Jadi, ia malas
beribadah sendirian. Selain karena alasan kondisi kesehatannya juga, alasan
lain karena pura tempat ia beribadah jauh dari kediaman asramanya. Hal ini yang
menguatkan alasannya.
BAB III
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
Sehat adalah suatu
kondisi dimana tubuh dapat menjalani aktivitas dengan baik karena sel-sel dan
jaringan tubuh berfungsi dengan baik atau tidak mengalami gangguan. Sehat
secara holistik adalah keseimbangan antara pikiran, tubuh, dan jiwa (Iskandar,
2010). Seperti yang kita tahu, tubuh terdiri dari tiga bagian utama, yaitu mind,
body, and soul. Apabila ada persoalan pada tubuh atau diri kita,
tidak cukup meninjaunya dari salah satu bagian saja dan mengabaikan bagian yang
lain. Namun, diperlukan peninjauan ke semua bagian agar memperoleh hasil
tinjauan yang tepat. Sakit menurut Sukanta (2001) adalah suatu gejala adanya
ketidak seimbangan antara unsur-unsur YANG – YIN, baik antara manusia
(mikrokosmos = YIN) dengan alam semesta (makrokosmos = YANG), maupun antara
manusia satu dengan lainnya, atau antara unsur kehidupan di dalam tubuh
sendiri.
Berdasarkan kasus di
atas, A mengalami kondisi tidak sehat. Dilihat dari segi mind, A selalu merasa
cemas dan takut. Ia cemas karena mengkhawatirkan kondisi tubuhnya yang tidak
kunjung membaik. A merasa takut karena ia selalu membayangkan hal-hal buruk
yang akan terjadi nanti apabila kondisinya masih tetap seperti itu, misalnya ia
akan mengalami kegagalan dalam UAS dan UAP. Dalam menghadapi kondisi yang
seperti itu, A belum bisa membawa dan mengaturpikirannya untuk tetap tenang dan
berkonotasi positif. Justru ia mengembangkan kegelisahan menjadi suatu beban
sehingga membuatnya semakin jatuh.
Jika keadaan terus
berlanjut, akan mengakibatkan A mengalami stres yang membawanya ke jalan
pemikiran yang lebih sempit. Ia akan semakin sulit untuk mencapai kesehatan
psikologinya. Untuk memperoleh kesehatan mind (pikiran), diperlukan keadaan
pikiran yang jernih dan rileks agar darah mampu menyalurkan oksigen masuk dan
diserap ke otak dengan lancar sehingga pikiran pun akan kembali tenang dan
bernada positif. Kondisi sehat dengan kesegaran mind akan mempengruhi berjalannya aktivitas
sehari-hari.
Dilihat dari segi body,
jelas A termasuk orang yang berada dalam rentang sakit. Fisik dan biologisnya
menggambarkan ciri-ciri yang tidak biasa dimiliki orang sehat. Seperti demam,
demam merupakan suatu gejala yang menunjukkan bahwa ada proses abnormal yang
terjadi dalam tubuh. Ketika demam, suhu tubuh di atas 370C sehingga
lebih tinggi dari keadaan biasanya. Matanya yang sayu, dan tubuhnya yang lemas
serta mengalami flu akibat terganggunya sistem pernapasan.Kesehatan body (tubuh)
juga dapat dicegah dan disembuhkan dengan istirahat yang cukup, olah raga yang
seimbang, dan menjaga pola makan, pola hidup, serta pola pikir untuk dapat
tetap bertahan dalam keadaan yang baik dan sempurna.
Dari segi soul,
A sulit untuk dikatakan sehat. Jiwanya semakin terguncang melihat dirinya yang
tak bisa bangkit melawan kondisinya yang buruk. Ibadahnya kepada Tuhan tidak
mampu ia pertahankan dengan kondisi yang seperti itu. Apabila mengalami masalah,
seharusnya lebih dapat mendekatkan diri kepada Tuhan untuk diberikan kesembuhan
dan pemulihan masalahnya. Namun, ia justru stagnan dan cenderung
mengenyampingkan masalah ibadahnya dengan Tuhan. Padahal Tuhan lah yang memberi
keselamatan pada setiap umat yang meminta kepadaNya. Alasan yang membuatnya
semakin jauh dengan Tuhan masih seputar kondisi dan tidak adanya individu yang
mendukung terlaksananya ibadah. Bagaimanapun keadaal lingkungan, seharusnya dapat
mengkondisikan untut tetap mengutamakan komunikasi kepada Tuhan.
Menurut Endra
(2010), konsep sehat sakit senantiasa berubah sejalan dengan pemahaman tentang
nilai, peran, penghargaan dan pemahaman terhadap kesehatan. Konsep sehat sakit
sebenarnya tidak terlalu mutlak dan universal karena ada faktor-faktor lain di
luar kenyataan klinis yang mempengaruhinya. Masalah sehat dan sakit merupakan
proses yang berkaitan dengan kemampuan maupun ketidakmampuan manusia dalam
beradaptasi dengan lingkungan baik secara biologis, psikologis, sosiologis,
spiritual, dan kultural. Sehat dan sakit merupakan keadaan fungsi dan struktur
jasmani, mental, dan sosial seseorang pada skala ukur yang disebut derajat
kesehatan atau tingkat kesehatan atau status kesehatan.
A memang mengakui
dirinya sedang sakit, namun ia hanya menilai dari biologisnya saja. Ia tak
menerima apabila psikologis, sosiologis, spiritual, dan kulturalnya dikatakan
tidak sehat. Melihat persepsi yang seperti itu, ia tidak menjelaskan bahwa
perilaku setiap aspeknya sehat. Perilaku yang ia berikan cenderung kurang sehat
dan mengakibatkan kondisi sakit yang diterimanya. Perilaku yang meurutnya sehat
belum tentu sehat menurut orang lain karena yang menilai perilaku sehat
bukanlah diri sendiri, melainkan melibatkan penilaian sejumlah lingkungan di
sekitarnya.
Perilaku sehat adalah
tindakan yang dilakukan individu untuk
memelihara dan meningkatkan kesehatannya, termasuk pencegahan penyakit,
perawatan kebersihan diri, penjagaan kebugaraan melalui olah raga dan makanan
bergizi. Perilaku sehat diperlihatkan oleh individu yang merasa dirinya sehat
meskipun secara medis belum tentu mereka betul-betul sehat. Sedangkan perilaku
sakit diartikan sebagai segala bentuk tindakan yang dilakukan oleh individu
yang sedang sakit agar memperoleh kesembuhan (Soejoti 2005 dalam Endra, 2010).
Untuk itu,
diperlukan suatu pendekatan kepada A untuk menjelaskan kondisi yang dialami
sebenarnya. Pendekatan yang paling utama digunakan adalah pendekatan holistik.
Pendekatan holistik adalah suatu pendekatan dimana menilai dan melakukan
tindakan melihat ke seluruh aspek secara mendalam. Pendekatan ini menilai aspek
biologis, psikologis, sosiologis, spiritual, dankulturan seseorang. Pendekatan
ini penting digunakan untuk membantu seseorang dalam menyelesaikan masalahnya
sendiri maupaun masalah orang lain.
Sukanta juga
menjelaskan pendekatan holistik adalah sebuah cara pandang yang memperhatikan
dan mempertimbangkan semua aspek kehidupan yang mempunyai pengaruh terhadap
munculnya gangguan kesehatan. Pendekatan holistik adalah pedekatan yang
menggunakan pandangan holistik (menyeluruh) serta memperlihatkan hubungan
sebab-akibat (Molloy, 2010). Pendekatan holistik dapat diwujudkan dalam
kehidupan sehari-hari dengan pola atau gaya hidup holistic life. Dalam
menjalankan holistic life, diperlukan keselarasan antara aspek
kuantitatif (sehat, sukses) dan kualitatif (bahagia, sejahtera secara lahir dan
batin). Semua itu dapat terjadi sebagai dampak dari pola makan, pola hidup, dan
pola pikir yang dikelola dengan baik.
Pola makan yang
baik, teratur, dan seimbang akan memberikan kesehatan yang prima. Sedikit saja
gangguan dalam keseimbangan polamakan akan berdampak pada kesehatan, sehingga
asupan makanan yang berlebihanharus dikurangi atau yang kekurangan harus
ditambahkan. Gangguan kesehatan sebenarnya merupakan sinyal bahwa sistem di
dalam tubuh kita sudah tidak mampu menerima kelebihan zat-zat makanan tertentu.
Karena itu, kelebihan tersebut harus dihindari, sebab tubuh membutuhkan
keseimbangan (homeostasis).
Pola hidup diartikan
sebagai manajemen atau pengaturan waktu dan aktivitas sehari-hari. Seluruh
kegiatan harian harus dilakukan dengan disiplin, pembagian waktu untuk makan,
tidur, kuliah, istirahat, dan olahraga. Pola hidup yang baik juga perlu
memperhatikan kebutuhan rohani. Sabagaimana fisik membutuhkan makanan, rohani
pun membutuhkan gizi, yaitu ilmu agama yang diamalkan dengan baik sehingga
mendorong seseorang lebih dekat dengan Tuhannya.Pola pikir berkaitan dengan
bagaimana kita mengatur pikiran agar selalu positif, yaitu dengan memberikan
informasi dan pengetahuan yang positif ke dalam pikiran kita.
Pendekatan holistik
memperhatikan semua aspek kehidupan yang memungkinkan munculnya penyakit atau
keluhan kesehatan. Pendekatan holistik digunakan sebagai metode untuk melakukan
pemeriksaan terhadap keluhan, menegakkan diagnosa, menentukan terapi dan
menyusun tindakan dukungan (saran-saran) agar kelangsungan proses penyembuhan
dapat berjalan dengan baik.
Dengan pendekatan
ini, dapat memberikan beberapa masukan kepada A yaitu denagn mengatur aktivitasnya
menjadi lebih terorganisir. Seperti pola makan, meskipun keadaannya sedang
demam, tetapi tubuh harus tetap diberi asupan berkarbohidrat tinggi agar tubuh
dapat lebih kuat mengatasi ketidakseimbangan yang mungkin terjadi. Konsumsi
sayuran dan buah-buahan juga penting untuk melestarikan tubuh dan memberi
perlindungan pada tubuh terhadap deaminasi vitamin dan mineral-mineral
tertentu.
Pola hidup yang
teratur seperti manajemen waktu dan kegiatan harus dipertimbangkan dengan baik.
A harus dapat membagi waktu dengan prioritas yang sesuai denagn kebutuhan dan
keadaan. Dalam masa tenang, A seharusnya membagi waktu ibadah lebih lama karena
belum tentu saat perkuliahan ia berkesempatan ibadah lebih luas dibandingkan
sekarang. Ia harus memiliki keteraturan hidup dengan kebutuhannya akan
pertolongan Tuhan, jangan jadikan masalah yang dialami sebagai hambatan ia
dalam beribadah.
Pola pikirnya yang
salah dan menyimpang mengakibatkan kondisi yang dideritanya semakin memburuk.
Apabila ia memikirkannya tanpa ada beban sedikitpun, masalah pasti akan
berangsur membaik. Suatu masalah akan semakin besar dan sulit apabila dihadapi
dengan pemikiran-pemikiran yang negatif. Pemikiran negatif tersebut yang
mempengaruhi pola tindakan A yang tidak terstruktur dengan baik. Dalam hal ini,
pengaturan pola pikir A belum dapat dimanajemen secara khusus. A harus lebih
positif dalam menyikapi berbagai masalah yang timbul pada dirinya.
Caring secara umum dapat diartikan
sebagai suatu kemampuan untuk berdedikasi bagi orang lain, pengawasan dengan
waspada, menunjukkan perhatian, perasaan empati pada orang lain dan perasaan
cinta atau menyayangi yang merupakan kehendak keperawatan (Potter & Perry,
2005 dalam Nindya 2014). Selain itu, caring mempengaruhi cara berpikir
seseorang, perasaan dan perbuatan seseorang. Caring adalah sentral untuk
praktik keperawatan karena caring merupakan suatu cara pendekatan yang
dinamis, dimana perawat bekerja untuk lebih meningkatkan kepeduliannya kepada
klien (Sartika & Nanda, 2011 dalam Nindya, 2014).
Sebagai mahasiswi,
sudah seharusnya A memiliki sifat caring.Caring tidak hanya dimiliki
oleh seorang perawat. Siapapun harus berusaha memiliki sifat caring, karena
sifat ini berdampak baik bagi diri sendiri dan orang lain serta lingkungannya. Caring
menuntun seseorang lebih peduli dan respect terhadap objek yang
ditelitinya. Seharusnya A dapat menerapkan sifat caring ketika mengalami
kondisi psikologisnya. Apabila ia sudah caring, maka ia akan dapat
memahami kebutuhan tubuh yang sebenarnya. Tubuhnya membutuhkan ketenangan yang
lebih untuk mengubah kondisinya mencapai kesehatan yang lebih baik.
Salah satu cara agar
dapat memberikan konsep-konsep caring kepada A adalah dengan memberikan
komunikasi terapeutik. Komunikasi terpeutik adalah bentuk komunikasi yang dapat
memberikan pemahaman terapis tertentu sehingga memudahkan seseorang dalam
memecahkan masalah yang dialaminya. Komunikasi ini dilakukan dengan tujuan agar
A dapat lebih menemukan sendiri apa masalah yang dialaminya, dan bagaimana cara
ia bertahan atau menyelesaikan masalah tersebut dengan caranya sendiri sehingga
motivasi untuk tumbuh dan berkembang menjadi lebih sehat semakin kuat.
Kesehatan optimal akan diperolehnya setelah ia memahami betul apa yang ia
dapatkan melalui komunikasi terapeutik ini.
Komunikasi
terapeutik adalah suatu pengalaman bersama antara perawat dan klien
yang bertujuan untuk menyelesaikan masalah klien, membantu klien untuk
memperjelas dan mengurangi beban perasaan dan pikiran sertadapat mengambil
tindakan untuk mengubah situasi yang ada bila klien percaya pada hal-hal yang
diperlukan, mengurangi keraguan,membantu dalam hal mengambil tindakan yang
efektif danmempertahankan kekuatan egonya, mempengaruhi orang lain, lingkungan
fisik dan dirinya sendiri dalam hal peningkatanderajat kesehatan, mempererat
hubungan dan interaksi antara klien dan terapis (tenaga kesehatan)
secara professional dan proporsional dalam rangka membantu penyelesaian
masalah klien (Alkvied, 2013)
Menurut Keliat (1996 dalam Diana et al, 2006), komunikasi terapeutik adalah
cara untuk membina hubungan terapeutik yang diperlukan untuk pertukaran
informasi, perasaan dan pikiran untuk membentuk keintiman yang terapeutik.Komunikasi
terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar, bertujuan dan
kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan klien (Purwanto, 1994 dalam Setiawan
& Tanjung, 2005). Adapun tujuan komunikasi terapeutikdiarahkan pada
pertumbuhan klien,diantaranya peningkatan fungsi dankemampuan untuk
memuaskankebutuhan serta mencapai tujuanpersonil yang realistik (PPNI,1999 :11).
BAB IV
KESIMPULAN DAN REFLEKSI DIRI
KESIMPULAN DAN REFLEKSI DIRI
Kondisi kesehatan A
dilihat secara holistik menurut rentang sehat sakit yaitu termasuk ke dalam
kondisi sakit. Secara biologis, tubuh A terlihat gejala-gejala yang abnormal.
Secara psikologis, pikiran dan jiwanya terganggu sehingga mempengaruhi kondisi
kesehatan yang akan menjadi lebih buruk. Secara sosiologis, interaksi dengan
sesama manusia dan temannya juga terlihat tidak begitu baik. Ia kebanyakan
murung dan mengurung diri di kamar asramanya karena ia merasa tak
bersemangat untuk berinteraksi sosial
dengan lingkungan sekitarnya. Secara spiritual, hubungannya dengan Tuhan tidak
semakin dekat setelah mendapat masa tenang. Padahal, kesempatan untuk beribadah
kepada Tuhan jauh lebih banyak. Namun, ia tak melakukan hal tersebut dengan
tepat. Dan secara kultural, ia masih mengikuti kebudayaan keluarganya, yaitu
tidak akan memeriksakan kondisi kesehatan ke dokter apabila tidak mengalami
sakit yang parah sehingga hal tersebut sangat sungguh melewati batas.
Seharusnya, dengan keadaan yang jauh dari keluarganya, ia harus lebih dapat
memanajemen dirinya sendiri untuk dapat mencapai kesehatan yang diperlukan.
Pendekatan holistik
sangat mempengaruhi kondisi kesehatan seseorang. Dengan menggunkan pendekatan
holistik, kita dapat mengetahui status kesehatan seseorang secara menyeluruh
dan lebih mendalam. Pendekatan ini membantu kita dalam memperkuat suatu
diagnosis terhadap gejala atau keadaan yang ada. Pendekatan ini juga mampu
menghilangkan kerancuan atau ketidakjelasan diagnosis yang menyebabkan persepsi
ganda pada seseorang dalam menilai suatu gejala atau kondisi yang muncul. Dalam
penggunaan pendekatan holistik, sangat memungkinkan mendapatkan penilaian yang
tepat terhadap gejala dan kondisi yang diamati. Pendekatan holistik juga dapat
membantu seseorang agar lebih baik dalam menjalani aktivitasnya karena
kehidupannya lebih teratur. Seperti pola makan, pola hidup, dan pola pikirnya
diarahkan untuk dapat sesuai dengan aturan-aturan yang baik bagi setiap
kesehatan masyarakat pada umumnya.
Melalui wawancara
ini, dapat disimpulkan bahwa A adalah individu yang apabila mendapat masalah
selalu dipikirkan menjadi suatu kesulitan yang menyebabkan kondisi nyatidak
berubah menjadi lebih baik bahkan bisa memburuk. Setelah menilai secara
holistik, masalah yang ada pada A hanyalah masalah psikologisnya saja.
Biologis, sosiologis, spititual, dan kulturalnya akan tetap berlangsung baik
dan seimbang apabila psikologisnya sehat. Memang A juga mengalami masalah
biologis, tetapi masalah tersebut dijadikan sebagai pokok yang dipikirkan
sehingga masalah psikologisnya terganggu. Apabila psikologisnya mengalami suatu
gangguan, maka aspek-aspek yang lain akan ikut terganggu dan dampak yang akan
ditimbulkannya akan semakin kuat terhadap gangguan tersebut. Psikologis yang
bermasalah justru sangat dianggap A sebagai beban sehingga masalah psikologis
tersebut sulit untuk diatasi dirinya sendiri. Ketika sedang mengalami gangguan
psikologis, A sangat membutuhkan orang lain dalam mengatasinya. Ia harus
dibantu dengan menggunakan pendekatan holistik.
Selain pendekatan
holistik, masih ada cara lain dalam membantu seseorang memahami masalahnya,
yaitu dengan caring dan komunikasi terapeutik. Caring menuntun
seseorang untuk selalu bersifat dan bersikap perhatian dan menghargai dirinya
sendiri maupun orang lain di lingkungannya. Sifat ini mampu memberikan petunjuk
dan memaknai setiap apa yang dirasakannya, karena empati juga termasuk kedalam
sifat caring. Caring yang diwujudkan kepada diri sendiri membuat
individu tersebut mampu memahami kebutuhan-kebutuhan hidupnya untuk beradaptasi
dengan masalah yang timbul sehingga akan mengurangi peluang terjadinya masalah
baru. Komunikasi terapeutik sangat membantu seseorang untuk melakukan tindakan
positif sesuai dengan masukan-masukan yang ia terima. Komunikasi terapeutik sebagai
jalan terbaik untuk menyadarkan kondisi dan masalah orang lain secara mendalam.
Komunikasi ini memberikan dampak positif bagi individu yang mendengarkannya
karena akan menimbulkan semangat dan motivasi baru bagi individu tersebut untuk
terus dapat mencapai kebutuhan akan kesehatan yang optimal.
Sebagai calon
perawat profesional, kita harus berkarakter holistik, caring, dan mampu
memberikan komunikasi terapeutik kepada klien. Karakter-karakter tersebut
sangat dibutuhkan dalam memberikan asuhan keperawatan karena dengan ketiga karakter
tersebut, akan memudahkan perawat dalam melakukan tindakannya sebagai
fasilitator penyembuh kesehatan klien. Klien sangat menginginkan kesehatannya
tercapai melalui cara-cara terbaik yang diberikan perawat. Perawat harus melihat
suatu kondisi dari segala aspek secara menyeluruh karena dengan memandang
holistik, perawat mampu menyimpulkan diagnosanya dengan tepat. Diagnosa
tersebut akan sangat berpengaruh pada perkembangan kesehatan klien. Oleh karena
itu, penilaian holistik sangat dibutuhkan bagi seorang perawat.Dengan membantu
pemahaman klien akan kebutuhan hidupnya, maka perawat harus mampu memberikan komunikasi
terapeutik secara bartahap kepada klien demi mendorong dan memunculkan motivasi
serta semangat klien untuk mencapai kebutuhan kesehatan yang optimal.
Komunikasi yang diberikan perawat harus mampu memberikan pengaruh besar yang
positif bagi perkembangan kesehatan klien.
DAFTAR PUSTAKA
Alkvied, Ovick. (2013). Jurnal komunikasi terapeutik. Diakses pada 1
Januari 2014. Dari: https://id.scribd.com/doc/178315799/jurnal-komunikasi-terapeutik
Diana, R.S., OP, Asrin, & Wahyu, E. (2006). Hubungan pengetahuan
komunikasi terapeutik terhadap kemampuan komunikasi perawat dalam pelaksanakan
asuhan keperawatan di rumah sakit elisabeth purwokerto. Jurnal keperawatan
soedirman (The soedirman journal of nursing), vol. 1, no. 2, hal. 54 – 56
Endra, Febri. (2010). Paradigma sehat.Hal. 73 – 75
Iskandar, Eddy. (2010).The
miracle of touch: Panduan menerapkan keajaiban EFT (Emotional Freedom
Technique) untuk kesehatan, kesuksesan, dan kebahagiaan anda. Bandung: Qanita
Molloy, Andrea. (2010). Success sukses bukan mimpi. Depok: PT Niaga
Swadaya
Nindya, D. (2014). Diakses pada 1 Januari 2014. Dari: repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/40425/3/Chapter%20II.pdf
Setiawan, & Tanjung, M.S. (2005). Efek komunikasi terapeutik terhadap
tingkat kecemasan klien pre operasi d rumah sakit haji adam malik medan.Jurnal
keperawatan rufaidah sumatera utara, vol. 1, hal. 21
Sukanta, Putu Okta. (2001). Akupresur & minuman untuk mengatasi
gangguan pencernaan. Jakarta: Elex Media Komputindo
Sustrami, Dya. (2012). Hubungan antara komunikasi terapeutik dan kepuasan
keluarga yang anggotanya dirawat di paviliun vi b.Jurnal ilmiah keperawatan
stikes hang tuah surabaya, vol. 3, no. 2, hal. 34 - 36