Wednesday, November 11, 2015

Holistik, Caring, dan Komunikasi Terapeutik

Diposkan oleh Unknown di 8:45 pm

PENGARUH KONSEP HOLISTIK, CARING, DAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK TERHADAP STATUS KESEHATAN DAN PERKEMBANGAN KESEHATAN SESEORANG




BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Kesehatan adalah hal utama dan paling diutamakan untuk setiap manusia. Kesehatan memiliki makna yang luas dan sangat berarti bagi keberlangsungan aktivitas yang dijalani sehari-hari. Dalam pemaknaan kesehatan, persamaan persepsi muncul mengenai penilaian tentang sehat dan sakit. Kebanyakan mereka menilai sehat adalah keadaan dimana tubuh terbebas dari penyakit, sedangkan sakit adalah keadaan dimana tubuh tidak dapat mempertahankan kondisi normalnya sehingga menimbulkan beberapa keluhan. Padahal, dalam menilai status kesehatan seseorang, tidak hanya memandang dari segi fisik atau biologisnya saja. Namun, harus secara holistik atau menyeluruh, yaitu menilai dari semua sisi yang ada. Penilaian kesehatan dari suatu sisi tidak dapat mewakili status kesehatan sisi-sisi yang lain. Bisa saja semua sisi yang lain mengalami kondisi yang tidak sehat atau sakit. Oleh karena itu, holistik membantu penilaian status kesehatan seseorang dengan rentang sehat-sakitnya secara menyeluruh.

B.      Tujuan Penulisan
1.       Untuk mengetahui kondisi kesehatan (rentang sehat-sakit) seseorang secara holistik
2.       Untuk mengetahui pengaruh pendekatan holistik terhadap kesehatan
3.       Untuk mengenal dan memahami seseorang lebih dalam secara holistik
4.       Untuk mengetahui pengaruh konsep caring dan komunikasi terapeutik terhadap kondisi kesehatan seseorang


C.      Ruang Lingkup Penulisan
Penulis membatasi ruang lingkup penulisan dengan menggunakan subjek pengamat seorang mahasiswi Jurusan D3 Kebidanan Poltekkes  Semarang. Objek yang diamati adalah kondisi rentang sehat sakitnya secara holistik, mencakup aspek biologis, psikologis, sosiologis, spiritual, dan kultural yang dikaitkan dengan konsep holistik, konsep sehat sakit, konsep caring, dan konsep komunikasi secara teraupetik.



BAB II
ILUSTRASI KASUS

Dalam kesempatan yang diberikan, saya mewawancarai teman saya yang berinisial A. Kami berasal dari kota yang sama, yaitu Lampung. Saat ini A adalah mahasiswi Poltekkes Semarang Jurusan D3 Kebidanan. A merupakan teman yang sudah saya kenal sejak SMA. Menurut saya, A berkepribadian terbuka kepada teman-teman yang dekat dengannya. Namun, terlihat cuek kepada teman yang baru dikenalnya, apalagi kepada orang yang jarang berkomunikasi dengannya. Banyak teman-teman lain yang berpendapat bahwa A adalah orang yang judes dan pemarah karena melihat dari raut wajahnya. Padahal, A sangat asyik ketika kami bercanda, ia pandai menghibur dan memecah keheningan serta kegalauan kami.
Amengatakan bahwa komunikasi adalah bentuk cinta personal kepada lingkungan. Ketika seseorang memulai suatu pembicaraan dengannya, ia langsung beranggapan bahwa orang tersebut memberikan cinta dalam bentuk perhatian kepadanya. Dengan seketika, ia pun akan memberikan respon positif pada orang tersebut. Hal ini yang menjadikan A mudah bergaul dan berteman dengan orang lain. A sangat moody-an. Ketika ia benar-benar berada dalam suasana hati yang tidak menyenangkan, ia hanya akan berespon seperlunya terhadap segala bentuk komunikasi yang diterima, meskipun pada dasarnya ia ingin sekali memberi respon yang lebih terhadap keramahan tersebut.
Saat saya wawancarai, A sedang dalam keadaan demam. Suhu tubuhnya tinggi, tapi ia terlihat kedinginan. Matanya sayu, dan tubuhnya lemas. Ia juga mengalami sedikit gangguan pernapasan akibat flu selama musim hujan. Ternyata, tepat sehari sebelum wawancara dilakukan, ia kehujanan di perjalanan setelah membeli buku di Semarang Bawah. Namun, ia menyanggupi untuk terus melakukan wawancara. Sambil bersandar, ia berkata bahwa ia merasa cemas dan takut. Meskipun hari tenang yang diberikan oleh jurusan poltekkesnya masih sampai tanggal 10 januari, ia masih belum bisa memanajemen dirinya untuk menghadapi UAS dan UAP. Belum ada persiapan fisik dan mental menghadapi semua ujian-ujian yang akan dilaksanakannya.
Ia takut ketika UAS dan UAP semakin dekat kondisinya belum berubah stabil sehingga akan mempengaruhi belajar dan nilai yang akan diperolehnya. Terkadang ia mengkhawatirkan kondisinya sendiri. Rasa-rasa yang menggelisahkan itu baru ia rasakan pada saat tinggal di Semarang. Ia berpikir bahwa Kota Semarang bukan kota yang ditakdirkan untuk ia tempati. Ia sempat ingin pindah kuliah karena ketidaknyamanan yang sudah mulai dirasakan.
Sebenarnya A sangat bersemangat dan antusias dalam menyambut pelaksanaan ujian karena hal tersebut menandakan berakhirnya perkuliahan semester awal. Ia sangat ingin segera pulang ke kampung halamannya. Namun, kondisi tubuhnya yang masih lemah justru mengubah pemikirannya menjadi lebih rumit. Ia kesulitan memulai untuk menyemangati dirinya sendiri agar dapat terus mencapai kondisi stabil karena itu sangat mengganggu pikirannya. Ia berusaha untuk menjaga kesehatannya, tetapi ia belum mendapat pemulihan apa-apa. Hal ini yang membuatnya semakin cemas dan lemah, bahkan sampai terlihat murung dan kusut.
A tidak memeriksakan kondisinya ke dokter karena berdasarkan kebudayaan yang dianut di dalam keluarganya, hal itu tidak diperlukan apabila kondisi kesehatannya tidak terlalu parah. Menurut ibunya, kondisinya masih termasuk ke dalam kondisi yang ringan dan tidak memerlukan pertolongan atau tindakan medis. Keluarganya hanya memberikan saran untuk tetap menjaga kontinuitas aktivitasnya namun harus diimbangi  dengan istirahat yang cukup
A juga mengakui ibadahnya sedikit terganggu akibat kondisinya yang tak kunjung membaik. Biasanya, ketika masih aktif kuliah, A beribadah ke pura satu minggu sekali. Dalam masa tenang, seharusnya A melakukan ibadah lebih dari satu kali seminggu. Namun, kenyataannya tidak ada peningkatan frekuensi ibadah. A mengutarakan alasannya bahwa teman yang ia ajak biasanya sedang pulang kampung. Jadi, ia malas beribadah sendirian. Selain karena alasan kondisi kesehatannya juga, alasan lain karena pura tempat ia beribadah jauh dari kediaman asramanya. Hal ini yang menguatkan alasannya.



BAB III
PEMBAHASAN

Sehat adalah suatu kondisi dimana tubuh dapat menjalani aktivitas dengan baik karena sel-sel dan jaringan tubuh berfungsi dengan baik atau tidak mengalami gangguan. Sehat secara holistik adalah keseimbangan antara pikiran, tubuh, dan jiwa (Iskandar, 2010). Seperti yang kita tahu, tubuh terdiri dari tiga bagian utama, yaitu mind, body, and soul. Apabila ada persoalan pada tubuh atau diri kita, tidak cukup meninjaunya dari salah satu bagian saja dan mengabaikan bagian yang lain. Namun, diperlukan peninjauan ke semua bagian agar memperoleh hasil tinjauan yang tepat. Sakit menurut Sukanta (2001) adalah suatu gejala adanya ketidak seimbangan antara unsur-unsur YANG – YIN, baik antara manusia (mikrokosmos = YIN) dengan alam semesta (makrokosmos = YANG), maupun antara manusia satu dengan lainnya, atau antara unsur kehidupan di dalam tubuh sendiri.
Berdasarkan kasus di atas, A mengalami kondisi tidak sehat. Dilihat dari segi mind, A selalu merasa cemas dan takut. Ia cemas karena mengkhawatirkan kondisi tubuhnya yang tidak kunjung membaik. A merasa takut karena ia selalu membayangkan hal-hal buruk yang akan terjadi nanti apabila kondisinya masih tetap seperti itu, misalnya ia akan mengalami kegagalan dalam UAS dan UAP. Dalam menghadapi kondisi yang seperti itu, A belum bisa membawa dan mengaturpikirannya untuk tetap tenang dan berkonotasi positif. Justru ia mengembangkan kegelisahan menjadi suatu beban sehingga membuatnya semakin jatuh.
Jika keadaan terus berlanjut, akan mengakibatkan A mengalami stres yang membawanya ke jalan pemikiran yang lebih sempit. Ia akan semakin sulit untuk mencapai kesehatan psikologinya. Untuk memperoleh kesehatan mind (pikiran), diperlukan keadaan pikiran yang jernih dan rileks agar darah mampu menyalurkan oksigen masuk dan diserap ke otak dengan lancar sehingga pikiran pun akan kembali tenang dan bernada positif. Kondisi sehat dengan kesegaran mind  akan mempengruhi berjalannya aktivitas sehari-hari.
Dilihat dari segi body, jelas A termasuk orang yang berada dalam rentang sakit. Fisik dan biologisnya menggambarkan ciri-ciri yang tidak biasa dimiliki orang sehat. Seperti demam, demam merupakan suatu gejala yang menunjukkan bahwa ada proses abnormal yang terjadi dalam tubuh. Ketika demam, suhu tubuh di atas 370C sehingga lebih tinggi dari keadaan biasanya. Matanya yang sayu, dan tubuhnya yang lemas serta mengalami flu akibat terganggunya sistem pernapasan.Kesehatan body (tubuh) juga dapat dicegah dan disembuhkan dengan istirahat yang cukup, olah raga yang seimbang, dan menjaga pola makan, pola hidup, serta pola pikir untuk dapat tetap bertahan dalam keadaan yang baik dan sempurna.
Dari segi soul, A sulit untuk dikatakan sehat. Jiwanya semakin terguncang melihat dirinya yang tak bisa bangkit melawan kondisinya yang buruk. Ibadahnya kepada Tuhan tidak mampu ia pertahankan dengan kondisi yang seperti itu. Apabila mengalami masalah, seharusnya lebih dapat mendekatkan diri kepada Tuhan untuk diberikan kesembuhan dan pemulihan masalahnya. Namun, ia justru stagnan dan cenderung mengenyampingkan masalah ibadahnya dengan Tuhan. Padahal Tuhan lah yang memberi keselamatan pada setiap umat yang meminta kepadaNya. Alasan yang membuatnya semakin jauh dengan Tuhan masih seputar kondisi dan tidak adanya individu yang mendukung terlaksananya ibadah. Bagaimanapun keadaal lingkungan, seharusnya dapat mengkondisikan untut tetap mengutamakan komunikasi kepada Tuhan.
Menurut Endra (2010), konsep sehat sakit senantiasa berubah sejalan dengan pemahaman tentang nilai, peran, penghargaan dan pemahaman terhadap kesehatan. Konsep sehat sakit sebenarnya tidak terlalu mutlak dan universal karena ada faktor-faktor lain di luar kenyataan klinis yang mempengaruhinya. Masalah sehat dan sakit merupakan proses yang berkaitan dengan kemampuan maupun ketidakmampuan manusia dalam beradaptasi dengan lingkungan baik secara biologis, psikologis, sosiologis, spiritual, dan kultural. Sehat dan sakit merupakan keadaan fungsi dan struktur jasmani, mental, dan sosial seseorang pada skala ukur yang disebut derajat kesehatan atau tingkat kesehatan atau status kesehatan.
A memang mengakui dirinya sedang sakit, namun ia hanya menilai dari biologisnya saja. Ia tak menerima apabila psikologis, sosiologis, spiritual, dan kulturalnya dikatakan tidak sehat. Melihat persepsi yang seperti itu, ia tidak menjelaskan bahwa perilaku setiap aspeknya sehat. Perilaku yang ia berikan cenderung kurang sehat dan mengakibatkan kondisi sakit yang diterimanya. Perilaku yang meurutnya sehat belum tentu sehat menurut orang lain karena yang menilai perilaku sehat bukanlah diri sendiri, melainkan melibatkan penilaian sejumlah lingkungan di sekitarnya.
Perilaku sehat adalah tindakan yang dilakukan individu untuk  memelihara dan meningkatkan kesehatannya, termasuk pencegahan penyakit, perawatan kebersihan diri, penjagaan kebugaraan melalui olah raga dan makanan bergizi. Perilaku sehat diperlihatkan oleh individu yang merasa dirinya sehat meskipun secara medis belum tentu mereka betul-betul sehat. Sedangkan perilaku sakit diartikan sebagai segala bentuk tindakan yang dilakukan oleh individu yang sedang sakit agar memperoleh kesembuhan (Soejoti 2005 dalam Endra, 2010).
Untuk itu, diperlukan suatu pendekatan kepada A untuk menjelaskan kondisi yang dialami sebenarnya. Pendekatan yang paling utama digunakan adalah pendekatan holistik. Pendekatan holistik adalah suatu pendekatan dimana menilai dan melakukan tindakan melihat ke seluruh aspek secara mendalam. Pendekatan ini menilai aspek biologis, psikologis, sosiologis, spiritual, dankulturan seseorang. Pendekatan ini penting digunakan untuk membantu seseorang dalam menyelesaikan masalahnya sendiri maupaun masalah orang lain.
Sukanta juga menjelaskan pendekatan holistik adalah sebuah cara pandang yang memperhatikan dan mempertimbangkan semua aspek kehidupan yang mempunyai pengaruh terhadap munculnya gangguan kesehatan. Pendekatan holistik adalah pedekatan yang menggunakan pandangan holistik (menyeluruh) serta memperlihatkan hubungan sebab-akibat (Molloy, 2010). Pendekatan holistik dapat diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari dengan pola atau gaya hidup holistic life. Dalam menjalankan holistic life, diperlukan keselarasan antara aspek kuantitatif (sehat, sukses) dan kualitatif (bahagia, sejahtera secara lahir dan batin). Semua itu dapat terjadi sebagai dampak dari pola makan, pola hidup, dan pola pikir yang dikelola dengan baik.
Pola makan yang baik, teratur, dan seimbang akan memberikan kesehatan yang prima. Sedikit saja gangguan dalam keseimbangan polamakan akan berdampak pada kesehatan, sehingga asupan makanan yang berlebihanharus dikurangi atau yang kekurangan harus ditambahkan. Gangguan kesehatan sebenarnya merupakan sinyal bahwa sistem di dalam tubuh kita sudah tidak mampu menerima kelebihan zat-zat makanan tertentu. Karena itu, kelebihan tersebut harus dihindari, sebab tubuh membutuhkan keseimbangan (homeostasis).
Pola hidup diartikan sebagai manajemen atau pengaturan waktu dan aktivitas sehari-hari. Seluruh kegiatan harian harus dilakukan dengan disiplin, pembagian waktu untuk makan, tidur, kuliah, istirahat, dan olahraga. Pola hidup yang baik juga perlu memperhatikan kebutuhan rohani. Sabagaimana fisik membutuhkan makanan, rohani pun membutuhkan gizi, yaitu ilmu agama yang diamalkan dengan baik sehingga mendorong seseorang lebih dekat dengan Tuhannya.Pola pikir berkaitan dengan bagaimana kita mengatur pikiran agar selalu positif, yaitu dengan memberikan informasi dan pengetahuan yang positif ke dalam pikiran kita.
Pendekatan holistik memperhatikan semua aspek kehidupan yang memungkinkan munculnya penyakit atau keluhan kesehatan. Pendekatan holistik digunakan sebagai metode untuk melakukan pemeriksaan terhadap keluhan, menegakkan diagnosa, menentukan terapi dan menyusun tindakan dukungan (saran-saran) agar kelangsungan proses penyembuhan dapat berjalan dengan baik.
Dengan pendekatan ini, dapat memberikan beberapa masukan kepada A yaitu denagn mengatur aktivitasnya menjadi lebih terorganisir. Seperti pola makan, meskipun keadaannya sedang demam, tetapi tubuh harus tetap diberi asupan berkarbohidrat tinggi agar tubuh dapat lebih kuat mengatasi ketidakseimbangan yang mungkin terjadi. Konsumsi sayuran dan buah-buahan juga penting untuk melestarikan tubuh dan memberi perlindungan pada tubuh terhadap deaminasi vitamin dan mineral-mineral tertentu.
Pola hidup yang teratur seperti manajemen waktu dan kegiatan harus dipertimbangkan dengan baik. A harus dapat membagi waktu dengan prioritas yang sesuai denagn kebutuhan dan keadaan. Dalam masa tenang, A seharusnya membagi waktu ibadah lebih lama karena belum tentu saat perkuliahan ia berkesempatan ibadah lebih luas dibandingkan sekarang. Ia harus memiliki keteraturan hidup dengan kebutuhannya akan pertolongan Tuhan, jangan jadikan masalah yang dialami sebagai hambatan ia dalam beribadah.
Pola pikirnya yang salah dan menyimpang mengakibatkan kondisi yang dideritanya semakin memburuk. Apabila ia memikirkannya tanpa ada beban sedikitpun, masalah pasti akan berangsur membaik. Suatu masalah akan semakin besar dan sulit apabila dihadapi dengan pemikiran-pemikiran yang negatif. Pemikiran negatif tersebut yang mempengaruhi pola tindakan A yang tidak terstruktur dengan baik. Dalam hal ini, pengaturan pola pikir A belum dapat dimanajemen secara khusus. A harus lebih positif dalam menyikapi berbagai masalah yang timbul pada dirinya.
Caring secara umum dapat diartikan sebagai suatu kemampuan untuk berdedikasi bagi orang lain, pengawasan dengan waspada, menunjukkan perhatian, perasaan empati pada orang lain dan perasaan cinta atau menyayangi yang merupakan kehendak keperawatan (Potter & Perry, 2005 dalam Nindya 2014). Selain itu, caring mempengaruhi cara berpikir seseorang, perasaan dan perbuatan seseorang. Caring adalah sentral untuk praktik keperawatan karena caring merupakan suatu cara pendekatan yang dinamis, dimana perawat bekerja untuk lebih meningkatkan kepeduliannya kepada klien (Sartika & Nanda, 2011 dalam Nindya, 2014).
Sebagai mahasiswi, sudah seharusnya A memiliki sifat caring.Caring tidak hanya dimiliki oleh seorang perawat. Siapapun harus berusaha memiliki sifat caring, karena sifat ini berdampak baik bagi diri sendiri dan orang lain serta lingkungannya. Caring menuntun seseorang lebih peduli dan respect terhadap objek yang ditelitinya. Seharusnya A dapat menerapkan sifat caring ketika mengalami kondisi psikologisnya. Apabila ia sudah caring, maka ia akan dapat memahami kebutuhan tubuh yang sebenarnya. Tubuhnya membutuhkan ketenangan yang lebih untuk mengubah kondisinya mencapai kesehatan yang lebih baik.
Salah satu cara agar dapat memberikan konsep-konsep caring kepada A adalah dengan memberikan komunikasi terapeutik. Komunikasi terpeutik adalah bentuk komunikasi yang dapat memberikan pemahaman terapis tertentu sehingga memudahkan seseorang dalam memecahkan masalah yang dialaminya. Komunikasi ini dilakukan dengan tujuan agar A dapat lebih menemukan sendiri apa masalah yang dialaminya, dan bagaimana cara ia bertahan atau menyelesaikan masalah tersebut dengan caranya sendiri sehingga motivasi untuk tumbuh dan berkembang menjadi lebih sehat semakin kuat. Kesehatan optimal akan diperolehnya setelah ia memahami betul apa yang ia dapatkan melalui komunikasi terapeutik ini.
Komunikasi terapeutik adalah suatu pengalaman bersama antara perawat dan klien yang bertujuan untuk menyelesaikan masalah klien, membantu klien untuk memperjelas dan mengurangi beban perasaan dan pikiran sertadapat mengambil tindakan untuk mengubah situasi yang ada bila klien percaya pada hal-hal yang diperlukan, mengurangi keraguan,membantu dalam hal mengambil tindakan yang efektif danmempertahankan kekuatan egonya, mempengaruhi orang lain, lingkungan fisik dan dirinya sendiri dalam hal peningkatanderajat kesehatan, mempererat hubungan dan interaksi antara klien dan terapis (tenaga kesehatan) secara professional dan proporsional dalam rangka membantu penyelesaian masalah klien (Alkvied, 2013)
Menurut Keliat (1996 dalam Diana et al, 2006), komunikasi terapeutik adalah cara untuk membina hubungan terapeutik yang diperlukan untuk pertukaran informasi, perasaan dan pikiran untuk membentuk keintiman yang terapeutik.Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar, bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan klien (Purwanto, 1994 dalam Setiawan & Tanjung, 2005). Adapun tujuan komunikasi terapeutikdiarahkan pada pertumbuhan klien,diantaranya peningkatan fungsi dankemampuan untuk memuaskankebutuhan serta mencapai tujuanpersonil yang realistik (PPNI,1999 :11).



BAB IV
KESIMPULAN DAN REFLEKSI DIRI

Kondisi kesehatan A dilihat secara holistik menurut rentang sehat sakit yaitu termasuk ke dalam kondisi sakit. Secara biologis, tubuh A terlihat gejala-gejala yang abnormal. Secara psikologis, pikiran dan jiwanya terganggu sehingga mempengaruhi kondisi kesehatan yang akan menjadi lebih buruk. Secara sosiologis, interaksi dengan sesama manusia dan temannya juga terlihat tidak begitu baik. Ia kebanyakan murung dan mengurung diri di kamar asramanya karena ia merasa tak bersemangat  untuk berinteraksi sosial dengan lingkungan sekitarnya. Secara spiritual, hubungannya dengan Tuhan tidak semakin dekat setelah mendapat masa tenang. Padahal, kesempatan untuk beribadah kepada Tuhan jauh lebih banyak. Namun, ia tak melakukan hal tersebut dengan tepat. Dan secara kultural, ia masih mengikuti kebudayaan keluarganya, yaitu tidak akan memeriksakan kondisi kesehatan ke dokter apabila tidak mengalami sakit yang parah sehingga hal tersebut sangat sungguh melewati batas. Seharusnya, dengan keadaan yang jauh dari keluarganya, ia harus lebih dapat memanajemen dirinya sendiri untuk dapat mencapai kesehatan yang diperlukan.
Pendekatan holistik sangat mempengaruhi kondisi kesehatan seseorang. Dengan menggunkan pendekatan holistik, kita dapat mengetahui status kesehatan seseorang secara menyeluruh dan lebih mendalam. Pendekatan ini membantu kita dalam memperkuat suatu diagnosis terhadap gejala atau keadaan yang ada. Pendekatan ini juga mampu menghilangkan kerancuan atau ketidakjelasan diagnosis yang menyebabkan persepsi ganda pada seseorang dalam menilai suatu gejala atau kondisi yang muncul. Dalam penggunaan pendekatan holistik, sangat memungkinkan mendapatkan penilaian yang tepat terhadap gejala dan kondisi yang diamati. Pendekatan holistik juga dapat membantu seseorang agar lebih baik dalam menjalani aktivitasnya karena kehidupannya lebih teratur. Seperti pola makan, pola hidup, dan pola pikirnya diarahkan untuk dapat sesuai dengan aturan-aturan yang baik bagi setiap kesehatan masyarakat pada umumnya.
Melalui wawancara ini, dapat disimpulkan bahwa A adalah individu yang apabila mendapat masalah selalu dipikirkan menjadi suatu kesulitan yang menyebabkan kondisi nyatidak berubah menjadi lebih baik bahkan bisa memburuk. Setelah menilai secara holistik, masalah yang ada pada A hanyalah masalah psikologisnya saja. Biologis, sosiologis, spititual, dan kulturalnya akan tetap berlangsung baik dan seimbang apabila psikologisnya sehat. Memang A juga mengalami masalah biologis, tetapi masalah tersebut dijadikan sebagai pokok yang dipikirkan sehingga masalah psikologisnya terganggu. Apabila psikologisnya mengalami suatu gangguan, maka aspek-aspek yang lain akan ikut terganggu dan dampak yang akan ditimbulkannya akan semakin kuat terhadap gangguan tersebut. Psikologis yang bermasalah justru sangat dianggap A sebagai beban sehingga masalah psikologis tersebut sulit untuk diatasi dirinya sendiri. Ketika sedang mengalami gangguan psikologis, A sangat membutuhkan orang lain dalam mengatasinya. Ia harus dibantu dengan menggunakan pendekatan holistik.
Selain pendekatan holistik, masih ada cara lain dalam membantu seseorang memahami masalahnya, yaitu dengan caring dan komunikasi terapeutik. Caring menuntun seseorang untuk selalu bersifat dan bersikap perhatian dan menghargai dirinya sendiri maupun orang lain di lingkungannya. Sifat ini mampu memberikan petunjuk dan memaknai setiap apa yang dirasakannya, karena empati juga termasuk kedalam sifat caring. Caring yang diwujudkan kepada diri sendiri membuat individu tersebut mampu memahami kebutuhan-kebutuhan hidupnya untuk beradaptasi dengan masalah yang timbul sehingga akan mengurangi peluang terjadinya masalah baru. Komunikasi terapeutik sangat membantu seseorang untuk melakukan tindakan positif sesuai dengan masukan-masukan yang ia terima. Komunikasi terapeutik sebagai jalan terbaik untuk menyadarkan kondisi dan masalah orang lain secara mendalam. Komunikasi ini memberikan dampak positif bagi individu yang mendengarkannya karena akan menimbulkan semangat dan motivasi baru bagi individu tersebut untuk terus dapat mencapai kebutuhan akan kesehatan yang optimal.
Sebagai calon perawat profesional, kita harus berkarakter holistik, caring, dan mampu memberikan komunikasi terapeutik kepada klien. Karakter-karakter tersebut sangat dibutuhkan dalam memberikan asuhan keperawatan karena dengan ketiga karakter tersebut, akan memudahkan perawat dalam melakukan tindakannya sebagai fasilitator penyembuh kesehatan klien. Klien sangat menginginkan kesehatannya tercapai melalui cara-cara terbaik yang diberikan perawat. Perawat harus melihat suatu kondisi dari segala aspek secara menyeluruh karena dengan memandang holistik, perawat mampu menyimpulkan diagnosanya dengan tepat. Diagnosa tersebut akan sangat berpengaruh pada perkembangan kesehatan klien. Oleh karena itu, penilaian holistik sangat dibutuhkan bagi seorang perawat.Dengan membantu pemahaman klien akan kebutuhan hidupnya, maka perawat harus mampu memberikan komunikasi terapeutik secara bartahap kepada klien demi mendorong dan memunculkan motivasi serta semangat klien untuk mencapai kebutuhan kesehatan yang optimal. Komunikasi yang diberikan perawat harus mampu memberikan pengaruh besar yang positif bagi perkembangan kesehatan klien.



DAFTAR PUSTAKA

Alkvied, Ovick. (2013). Jurnal komunikasi terapeutik. Diakses pada 1 Januari 2014. Dari: https://id.scribd.com/doc/178315799/jurnal-komunikasi-terapeutik
Diana, R.S., OP, Asrin, & Wahyu, E. (2006). Hubungan pengetahuan komunikasi terapeutik terhadap kemampuan komunikasi perawat dalam pelaksanakan asuhan keperawatan di rumah sakit elisabeth purwokerto. Jurnal keperawatan soedirman (The soedirman journal of nursing), vol. 1, no. 2, hal. 54 – 56
Endra, Febri. (2010). Paradigma sehat.Hal. 73 – 75
Iskandar, Eddy. (2010).The miracle of touch: Panduan menerapkan keajaiban EFT (Emotional Freedom Technique) untuk kesehatan, kesuksesan, dan kebahagiaan anda. Bandung: Qanita
Molloy, Andrea. (2010). Success sukses bukan mimpi. Depok: PT Niaga Swadaya
Nindya, D. (2014). Diakses pada 1 Januari 2014. Dari: repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/40425/3/Chapter%20II.pdf
Setiawan, & Tanjung, M.S. (2005). Efek komunikasi terapeutik terhadap tingkat kecemasan klien pre operasi d rumah sakit haji adam malik medan.Jurnal keperawatan rufaidah sumatera utara, vol. 1, hal. 21
Sukanta, Putu Okta. (2001). Akupresur & minuman untuk mengatasi gangguan pencernaan. Jakarta: Elex Media Komputindo
Sustrami, Dya. (2012). Hubungan antara komunikasi terapeutik dan kepuasan keluarga yang anggotanya dirawat di paviliun vi b.Jurnal ilmiah keperawatan stikes hang tuah surabaya, vol. 3, no. 2, hal. 34 - 36
 

Catatan Rianti © 2010 Web Design by Ipietoon Blogger Template and Home Design and Decor